Baleg Minta Masukan BKPK Terkait RUU Kepulauan

18-01-2012 / BADAN LEGISLASI

            Badan Legialasi (Baleg) DPR RI meminta masukan-masukan Tim Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan (BKPK) terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlakuan Khusus Provinsi Kepulauan.

            Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah (Selasa 17/1), Ida mengatakan masukan-masukan dari Tim ini sangat diperlukan untuk mendapatkan affirmative action seperti apa yang dibutuhkan untuk mempercepat akselerasi pembangunan didaerah-daerah kepulauan.

            Untuk mempercepat pembangunan akselerasi ini disadari memang memerlukan biaya tinggi. Namun, kata Ida, dana besar saja tidak cukup, yang menjadi bagian penting adalah membangun kultur membangun.

            “Walaupun digrojok dana sebanyak apapun, tanpa kultur membangunnya maka percepatan pembangunan daerah kepulauan juga akan sia-sia,” kata Ida.

            Untuk itu, perlu diatur secara jelas dalam setiap pasal-pasal dalam RUU ini agar implementasinya di lapangan dapat sesuai dengan harapan kita bersama.

            Pada kesempatan tersebut, Tim Kerjasama Provinsi Kepulauan menyampaikan, pada dasarnya perlakuan khusus terhadap Daerah Kepulauan (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) merupakan suatu proses perlakuan dalam kebijakan Pemerintah terhadap aktivitas penyelenggaraan pemeintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat daerah yang didasarkan pada karakteristik daerah Kepulauan.

            Pentingnya perlakuan khusus terhadap daerah dengan karakteristik kepulauan, mengingat luas wilayah laut yang lebih besar dari wilayah darat, sehingga pulau-pulau kecil yang terpisah karena laut, mendapatkan perlakuan sebagaimana daerah dengan karakteristik kontinental. Perlakuan khusus terhadap daerah kepulauan difokuskan pada bidang-bidang vital pengorganisasian wilayah kepulauan.

            Menurut Tim Badan Kerjsama Provinsi Kepulauan, rumusan perlakuan khusus pembangunan infrastruktur dalam RUU Daerah Kepulauan Pasal 22, sudah memenuhi harapan normatif adanya undang-undang ini, maupun harapan dan keinginan masyarakat pada daerah-daerah kepulauan.

            Akan tetapi, hendaknya diingat bahwa infrastruktur kelautan yang baik dan berkualitas hendaknya diikuti dengan pembangunan infrastruktur daratan (jalan) dan udara (lapangan/bandar udara) yang berkualitas juga.

            Sementara perlakuan khusus perikanan dan kelautan untuk daerah kepulauan, Tim mengatakan, daerah-daerah kepulauan memiliki karakteristik akuatik terrestrial (laut lebih luas dari daratan, Provinsi Maluku 92,6% wilayahnya laut, Provinsi Kepulauan Riau 96% wilayahnya laut, Provinsi Nusa Tenggara Timur 80,8%, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 79,9%, Provinsi Sulawesi Utara 95,8% dan Provinsi Maluku Utara 69% wilayahnya laut.

            Realitas karakteristik wilayah ini memastikan bahwa sumberdaya alam yang dominan adalah sumberdaya perikanan dan kelautan.

            Masalahnya, provinsi-provinsi kepulauan di atas selama ini tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari pengelolaan sumberdaya alam terutama perikanan. Seperti, tidak mendapatkan proporsi dalam bagi hasil perikanan, tidak adanya kebijakan untuk pendaratan ikan maupun eksport langsung dari daerah penghasil. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan normatif untuk perlakuan khusus ini.

            Tim Kerjasama Provinsi Kepulauan dalam kesempatan ini juga menyampaikan masukan-masukan terkait perlakuan khusus pendidikan dan kesehatan daerah kepulauan, perlakuan khusus kesatuan masyarakat hukum adat, perlakuan khusus melalui kadasterisasi laut, luas wilayah laut dan kewenangan.

            Tim ini juga menyampaikan dalam upaya percepatan pembangunan daerah Kepulauan yang terpenting adalah pengaturan keuangan daerah. Menurutnya, apabila kita sadar untuk membentuk UU Daerah Kepulauan berdasarkan pada kewajiban Negara Kesatuan RI untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka pengaturan keuangan daerah menjadi penting dan strategis karena untuk kepentingan percepatan pembangunan yang dapat mensejahterakan rakyat dan menciptakan daya saing daerah., hanya terjadi apabila adanya intervensi Pemerintah (Pusat) melalui dana perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

            Kebijakan menyamakan karakteristik daerah dan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak memperhitungkan luas wilayah laut, hendaknya dikembalikan sebagai “ganti rugi” melalui penyiapan dana perlakuan khusus dalam suatu jumlah tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu pula. (tt)   

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...